Dia
hanya duduk diam memandangi ombak yang selalu datang dan pergi dari bibir
pantai, tanpa pernah bosan aku selalu melihat nya duduk di situ setiap sore.
Dia
unik, pikirku. Tadi siang bersama teman-teman nya ia sangat ceria dan bahagia. Tapi
saat senja ia selalu datang ke tempat itu. Hanya duduk diam di pinggir pantai
sambil memeluk kedua lutut nya, menatap jauh ke arah ombak-ombak itu datang. Tatapan
nya kosong, raut wajah yang kulihat siang tadi sirna tak berbekas. Seolah ada
kesedihan dan kerinduan yang tersirat dalam raut wajahnya.
‘Hai’....
aku memberanikan diri menyapanya lebih dulu, memecahkan lamunan panjang nya
sedari tadi. Akhirnya setelah berminggu-minggu aku yang hanya bisa melihat nya
duduk disitu dari jauh, hari ini kuberanikan diri untuk mendekat dan menyapa.
‘Hai’...
jawabnya singkat setelah menunjukan ekspresi keterkejutannya karena melihatku.
Yaah...
seperti biasa, dia selalu dingin pada ku. “sedang apa kau?”, aku kembali
bertanya sambil mendekat dan duduk tepat disamping nya. Kutatap lekat-lekat
wajah nya dari jarak ini, sedekat itu aku bisa melihatnya dengan jelas.
“aku
hanya sedang duduk saja.” Jawab nya singkat (lagi).
Aku
diam, udara sore ini lumayan hangat, tapi ketika berbicara dan berada dekat laki-laki ini membuat suasana berubah jadi
dingin. Ah aku lupa, dia memang seperti ini orang nya, dingin pada orang-orang
yang ia anggap asing. Dan hangat pada beberapa orang saja yang benar-benar
kenal dekat dengannya.
Aku
berpikir keras untuk menemukan topik apa yang bisa ku bicarakan, agar sore ini
menjadi panjang bersamanya.
“kau
suka ombak?” tanya ku tiba-tiba..
Dia
menolah kearahku, menatap ku heran.
“ah, aku hanya bertanya saja, karena aku sering melihatmu duduk disini setiap sore”
jelas ku.
“ aku tidak suka ombak”
jawabnya sambil kembali menatap ombak-ombak itu.
“Kenapa?”
tanya ku lagi, aku rasa sekarang suasana nya sudah sedikit mencair, tidak sedingin tadi.
“karena
ombak selalu bebas untuk datang dan pergi dari pantai nya, seperti selalu
diterima untuk pulang walaupun ia selalu pergi dan pergi lagi.”
Aku
terdiam sejenak mendengar jawabannya, lalu kucerna kalimat yang ia ucapkan, dan mulai timbul banyak pertanyaan-pertanyaan aneh di kepalaku. yang menunjukkan betapa ingin tahunya aku tentang dirinya. tapi aku menahan diri.
“kalau
aku suka sekali ombak, setidaknya dia selalu kembali pada pantainya walaupun
setelah itu pergi lagi. Tapi menenangkan rasanya ketika menyadari bahwa yang
pergi pasti akan kembali lagi dengan segera, bagi pantai itu cukup.” Aku mencoba
menghibur dengan menjelaskan pendapatku dari sudut pandang yang berbeda, agar
kuharap laki-laki ini sedikit berkurang kesedihannya. Aku rasa ia punya masalah
dengan kata “pulang dan pergi”.
“coba
beri alasana kenapa pantai harus menerima ombak yang sudah berkali-kali meninggalkannya?”
tanya-nya.
“karena
pantai dan ombak itu satu paket. Bukan pantai jika tidak ada ombak yang datang
dan pergi, mungkin hanya akan jadi gurun pasir saja. Dan ombak tak akan pernah
jadi ombak jika tidak ada pantainya, hanya akan jadi kumpulan air yang tenang saja di tengah samudera. Jadi yang
dari awal sudah diciptakan satu paket tidak akan ada alasan untuk saling
membenci”. Aku menjawab pertanyaan nya dengan yakin, lalu ia tersenyum pada ku.
Sore
itu, suasana senja di pinggir pantai lengkap dengan ombak nya terlihat romantis.
Menciptakan suasana yang puitis dan sangat manis.
Kami
hanya duduk saja setelah percakapan tentang ombak, duduk sambil
menyaksikan matahari terbenam, sampai langit jingga berubah gelap. lalu setelah itu kami
memutuskan untuk beranjak dan melangkah pergi ketempat masing-masing.
-INS